Selasa, 04 Desember 2012

untuk hati yang gembira



Surat untuk hati yang gembira
Hati ini gembira saat kamu ada di sini
Kali keberapun kau kembali
Aku akan menanti
Hati ini akan selalu bahagian saat kau di sisi
Jika kau pergi untukku
Terimakasih,
 tapi bukan itu yang aku harapkan
Karena aku ingin kamu di sini untukku
Bukan pergi untukku
Jangan lupakan aku dimanapun kamu ada
Tapi jangan buat aku bingung ketika kamu jauh
Pergilah jika kau mau
Aku disini akan selalu mendukungmu walaupun sedih
Jika kau ingin kembali
Cepatlah karena aku merindukanmu
Aku ingin kamu selalu di sini
Di sisihku
Ketika hujan turun
Jangan lihat air yang menetes dari langit,
Karena kamu akan pusing untuk menghitungnya
Dan jangan membungkuk melihat air jika kau pusing
Karena kau akan terjatuh ke dalamnya
Aku tidak bisa menolongmu karna kau jauh
Di tempat jauh sana aku harap kau baik-baik saja
Jagalah dirimu untukku.

tanty

Minggu, 11 November 2012

Raden Bagus

RADEN BAGUS


di suatu pagi yang mendung, arya bangun dengan malasnya. dia meregangkan badannya dan berdoa sesaat.
"Arya, cepat bangun!" teriak ibu Arya.
" Ya!" jawab Arya singkat.
setelah merapikan kamarnya, Arya berjalan ke meja belajarnya untuk merapikan buku-buku  yang akan dia pakai di sekolah. saat merapikan buku-buku, dengan tidak sengaja Arya menjatuhkan buku gambarnya. saat hendak mengambil bukunya, Arya melihat sketsa seorang gadis yang sedang duduk sambil menopang dagu. Arya tersenyum melihat gambar itu. setelah mengambil buku itu, Arya lalu memasukan buku gambarnya ke tas sekolahnya.

2 jam kemudian setelah bel masuk sekolah.
Arya mengambil buku gambarnya di tas, dan dia mulai mencorat-coret buku gambar itu. dipandaninya seorang gadis yang sedang menulis di papan tulis, gadis itulah yang sedang digambar Arya saat ini.
" Arya, kamu tidak mengerjakan?" tanya guru Arya yang tiba-tiba sudah di belakang Arya.
" Oh, iya bu." jawab Arya panik.
Arya memasukan buku gambarnya kedalam laci dengan terburu-buru. untung saja guru saat pelajaran itu baik. jika saja dia sedang pelajaran kimia yang guru yang terkenal kegalakn, pasti buku gambarnya sudah raib sekarang.
"makannya jangan gambat terus." kata teman sebangku Arya yang tadi cengar-cengir saat Arya ditegur guru.
" sial lo, ada guru gak bilang-bilang." kata Arya ngegertak temen sebangkunya itu.
"iya, sorry, sorry. gue juga engak tau ada guru di belakang." kata Tejo enteng.

bel pulang sekolah baru saja bunyi, tapi kelas Arya udah hampir kosong. anak-anak kelas Arya emang sensitif banget dengan bunyi bel pulang. baru aja bel selese bunyi,  anak-anak dah ngeloyor pulang. Arya masih di kelas, dia lagi ngelanjutin gambarnya yang tadi belum selese. dia harus selesaiin di sekolah, karena kalo udah sampai rumah, dia harus ngebantu ibunya di toko kelontong keluarganya. dan malemnya dia pake buat belajar. jadi dia gak bisa ngegambar di rumah, apa lagi dia punya adek cewe yang berisiknya ngelibihi burung pipit.
Arya mulai ngebanyangin cewe yang berdiri di depan kelas tadi, dan dia mulai ngecorat-coret bukunya lagi.
"Ar, lo lagi apa?" tanya Sinta yang nongol tiba-tiba di jendela di samping Arya.
"eh, gak ngapa-ngapain." kata Arya sedikit panik.
" lo lagi ngambar ya? gambar apa? Ar, tolongin ambilin HP gue dong di laci." kata Sinta nunjuk-nunjuk ke arah mejanya.
" lo aja ambil sendiri." suruh Arya sok cuek.
" Ah lo, ambilin doang. Gue males masuk kelas, muter-muter." jawab Sinta.
"Nih. Hp ditinggal-tinggal. ilang baru tahu rasa lo." kata Arya sambil ngasihin Hp Sinta.
" ah lo, doain yang jelek-jelek. makasih ya." kata Sinta sambil menerima HPnya.
Dugg
"Aduh" teriak Sinta yang kepalanya baru aja kepentok jendela.
" Ati-ati." kata Arya mau ketawa.
" temennya celaka diketawain." kata Sinta cetus.
"lagian lo. jendela diem-diem di situ ditabrakin." kata Arya lagi.
"iya, iya. makasih ya." kata Sinta yang udah mau pergi.

setelah Sinta pergi, Arya ngelanjutin gambarannya.
" Gue gambar lo." kata Arya lirih menjawab pertanyaan Sinta yang tadi.

beberapa hari kemudian.
"Ah, ada buku gambar. punya siapa nih." tanya Sinta sambil tengak-tengok kelasnya yang kosong. anak-anak udah pulang semua. Sinta ambil buku gambar itu di lantai, dan ngeliat-liat sampulnya.
"kanyaknya punya Arya. tapi mana orangnya?" kata Sinta lagi.
" Ah mungkin udah pulang. aku bawa aja deh, tak kasihin besok." kata Sinta pada dirinya sendiri.
setelah mengabil HPnya yang ketinggalan, Sinta pulang.

beberapa saat kemudian...
Arya baru kembali dari kamar mandi.
" buku gambar gue di mana?" kata Arya panik.
"kalo ada yang ngambil, bisa bahaya nih. bisa ketahuan gue." kata Arya semakin gencar mengubrak-abrik bangkunya.
setelah beberapa saat, akhirnya Arya nyerah. buku gambarnya udah ilang, dan kemungkinan gak bakal ketemu lagi, dan rahasianya akan kebongkar. 

di rumah Sinta,
Sinta lagi belajar saat adiknya masuk kamar dan mulai mengobak-abik kamar Sinta. adik Sinta baru kelas 3 SD, dan setiap malamnya selalu main di kamarnya Sinta. kalo lagi engak ada PR, ya paling ngubrak-ubrak kaya sekarang. semua barang Sinta diliati, buku-bukunya dibuka, walau sebenernya engak tahu maksudnya. yang penting, sok pinter aja. dulu pernah waktu Sinta ada ujian semester, Sinta lagi belajar dan engak mau diganggu sama adiknya. adik Sinta dibiarin main sedirian di kamar Sinta, tapi engak boleh ganggu Sinta. sekitar jam 8 kamar Sinta sangat ribut. tapi, jam 9 kamar Sinta sepi. Sinta heran. dan saat dilihat, semua buku-buku Sinta di lemari sudah ada di bawah, dan jadiin selimut sama adiknya Sinta. Sinta hanya geleng-geleng saat ngeliat adiknya tidur diselimutin buku.
"ka, ini gambar siapa? gambar kakak?" tanya adik Sinta yang udah numpahin semua isi tas sekolah Sinta.
"punya temen kakak." jawab Sinta yang masih sibuk dengan PRnya.
"Ra..de.....n Ba...g...u......s. raden bagus. ini punya raden bagus? susah amat mbacanya." kata adiknya Sinta lagi.
"kamu aja yang engak bisa mbaca." kata Sinta acuh.
" emang susah. liat nih..." kata adik Sinta sambil memperlihatkan halaman pertama buku gambar itu.
halaman pertama berisi tulisan raden bagus yang dibentuk sedemikian rupa. jika melihat sekilas pasti akan melihat gambar gitar.
"pintar juga kamu bisa ngebaca tulisan ini." kata Sinta yang sedikit kesulitan mbaca tulisan yang berbentuk gitar itu.
"coba kakak liat." kata Sinta mendekati Adiknya.
"sebentar, aku belum liat." rengek adiknnya.
" ya sini liat bareng-bareng." kata Sinta yang udah duduk di samping Adiknya.
beberapa saat kemudian, Sinta dan adiknya sampai halaman terakhir. dan setelah selesai melihat buku gambar Arya, Sinta hanya bisa diam. sedangkan adiknya sudah lari ke bawah sambil meneriakan bahwa kakaknya sudah punya pacar.

pagi harinya.
"Ar,.." pangil Sinta saat melihat Arya masuk kelas.
" ah, hai.. tumben udah berangkat?" tanya Arya yang merasa aneh saat melihat Sinta berangkat lebih dulu darinya.
" iya nih.." jawab Sinta bingung yang merasa berangkat kepagian demi ngembaliin buku gambar.
" Ar, nih. kemaren jatuh di lantai. raden bagus kok teledor." kata Sinta sedikit meledek.
" kamu udah ngeliat semuanya?" tanya Arya bingung.
" udah." kata Sinta pendek.
" lalu?" kata Arya yang kedengerannya hanya seperti hembusan nafas.
diam..
"lalu gimana pendapat kamu?" ulang Arya.
" gambarmu bagus." kata Sinta yang udah mulai cangung.
" bukan itu, kamu udah ngeliat halaman terakhirkan?" kata Arya yang masih nunduk.
" ya.."kata Sinta sambil mengingat puisi yang tertulis di sampul halaman terakhir.
"terus gimana pendapat kamu?" tanya Arya  sambil ngeliatin Sinta.
"maaf. aku belum boleh pacaran sama orang tua aku. kita juga masih SMA, masih harus sekolah dulu yang bener. aku takut nanti kalo kita pacaran, nilai-nilai kita jadi turun karena engak fokus." kata Sinta panjang lebar.
" aku tahu kamu mau jawab itu. tapi, aku masih boleh temenan sama kamukan?" tanya Arya memohon.
"tentu aja. kenapa engak."kata Sinta senang karena Arya engak sedih walau baru di tolaknya.
" Ar, gambar kamu bagus. apalagi yang gambar aku lagi ketawa. hehehe. siapa dulu modelnya." kata Sinta sambil memuji diri sendiri.
" ye, itu mah pinteran yang gambar." kata Arya engak mau kalah.
"hahaha... oya, yang gambar aku cemberut jelek amat, masa sih aku kaya gitu? perasaan aku cemberut, engak cemberut cantik deh." kata Sinta mulai memuji diri sendiri lagi.
" cantik dari mana? liat dari monas pake sedotan, itu baru" kata mengantung perkataannya.
" baru cantik?"
" tetep jelek. hahaha." kata Arya jahat.
"Arya.." teriak Sinta sebel.

Tejo masuk kelas dengan bingung. dia merasa masih tidur saat masuk kelas. bagaimana tidak, Arya yang biasanya tidak pernah berbicara dengan Sinta, sekarang ketawa-ketawa bareng. Tejo hanya bisa bengong, dan baru sadar saat di pangil Sinta.
"Tejo, sini gabung." kata Sinta semangat.

beberapa tahun kemudian.
setelah lulus kuliah hukum, Arya langsung menjadi jaksa. dan tidak membutuhkan waktu lama, Arya sudah menjadi jaksa yang terkenal. sedangkan Sinta, dia sudah menjadi tunangan Arya. dan sekarang Sinta bekerja menjadi jaksa juga.
setelah lulus SMA dengan nilai yang memuaskan Arya dan Sinta melanjutkan kuliah hukum. sedangakan Tejo mengambil kuliah spesialis kedokteran. beberapa saat lalu, Tejo baru mengabari Arya dan Sinta bahwa  dia diterima di rumah sakit terkenal London.

orang yang kita cintai sekarang, mungkin tidak dapat kita miliki. tapi percayalah, bahwa Tuhan tahu yang terbaik untuk kita. menungulah dengan sabar dan berusahalah untuk mendapat hasil yang terbaik.

THE END


ANTS


ANTS
Hari ini ada ekskul basket. Aku mengayuh sepedaku secepat mungkin karena aku sudah terlambat untuk mengikuti ekskul itu. Sesampainya di sana, aku lumayan marah karena ternyata ekskul diundur setengah jam. “Lalu untuk apa aku ngebut tadi? Tapi lumayan juga, aku jadi bisa istirahat sebentar setelah bersepeda yang lumayan melelahkan.” pikirku dalam hati. Hari ini ekskul basket putri digabung dengan ekskul basket putra. Sehingga lapangan basket menjadi lebih ramai dari pada biasanya.
Aku Alekzia, salah satu anggota ekskul basket putri yang tidak terkenal akibat kepayahanku bermain basket. Berbeda dengan teman-temanku yang sengat terkenal karena bakat-bakat basket mereka. Aku sering tenggelan dalam ketenaran mereka, sehingga aku sering dianggap tidak ada. Tetapi aku tetap mencintai basket, walaupun sampai sekarang aku masih tergolong payah balam bidanng olahraga ini.
Angota ekskul basket diperintahkan untuk berkumpul, yang menandakan ekskul akan segera di mulai. Saat berkumpul, seperti biasa aku bisa melihat beberapa teman sebayaku dan kakak kelas yang terkenal akibat prestasi-prestasi mereka di bidang basket. Tetapi ada sebuah wajah asing di antara mereka. Wajah itu sepertinya pernah kulihat sebelumnya. Aku diberitahu oleh temanku bahwa dia adalah kakak kelas baruku yang baru pindah beberapa hari kemarin.
Ekskul dimulai denggan pemanasan yang cukup keras dan hampir membuatku pingsan kelelahan. Kami memang jarang bergabung dengan ekskul purta, sehingga kami kewalahan mengikutu gerakan-gerakan mereka yang cepat dan bertenaga. Tetapi, anak-anak putri tidak mau kalah denggan anak-anak putra, walaupun itu membuat kami kelelahan.
Saat ekskul dibubarkan, anak-anak putri langsung pulang walaupun hujan turun. Tetapi aku tidak bisa karena aku tidak membawa jas hujan, sehingga tidak mungkin aku menerobos hujan hanya denggan sepeda bututku ini. Akhirnya, aku memutuskan untuk menunggu hujan sedikit reda. Aku menunggu sambil melihat anak-anak purta bermain basket. Mereka  semua tidak langsung pulang, tetapi menyempatkan diri untuk bermain basket walaupun cuma sebentar.
Aku menonton mereka bersama kakak kelasku yang sedang menunggu jemputan. Kami ngobrol tentang permainan anak putra yang menyebabkan basket putri tertinggal jauh di belakang mereka. Dan dari percakapan yang sedikit melenceng dari topik sebelumnya, akhirnya aku tahu bahwa kakak kelas baruku itu bernama Rian dan duduk kelas XII IA. 4. Setelah setenggah jam, akhirnya hujan reda. Anak-anak putra menghentikan permainan mereka dan mulai bersiap-siap pulang. Aku yang sudah siap dari tadi, langsung pulang dengan sepedaku.
Saat di jalan, sepertinya ada yang mengikutiku dari belakang menggunakan sepeda motor. Sepeda motor itu menyesuaikan kecepatan sepedaku. Sesekali aku mempercepat sepedaku. Dan sepeda motor di belakangku juga mempercepat sepeda motornya untuk menyusulku. Karena bosan dan juga lelah bersepeda, aku akhirnya bersepeda secara santai.
Sepeda motor itu mulai maju dan berjalan pelan di sampingku.
“Udah cape ya?” tanya orang yang mengendarai sepeda motor di sampingku.
Orang itu menggunakan helm dengan kaca yang cukup gelap sehingga aku tidak dapat melihat wajahnya. Aku hanya membalas pertanyaan orang itu dengan senyum sinis. Aku merasa tidak perlu meladeni orang yang tidak aku kenal. Sebetulanya aku merasa terganggu oleh orang di sampingku ini, tetapi aku harus bagaimana? Aku harus mengusirnya, dan menyuruhnya untuk tidak mengikutiku. Iya kalau dia memang benar-benar mengikutiku, kalau tidak, bisa malu aku.
“Aku Rian, kamu tadi yang ikut ekskul basketkan?”   kata orang di sampingku sambil membuka kaca helmnya.Ternyata benar, orang ini adalah kakak kelas baruku, yang juga angota baru ekskul basket di SMAku.
“Hai, aku Alekzia. Kamu bisa memanggilku Zia. Iya, kamu murid ya?” tanyaku lebih sopan karena ingin memperbaiki sikapku yang kurang sopan sebelumnya.
“Ya begitulah. Aku kelas XII IA.4, kamu kelas berapa?” tanyanya yang terdenggar seperti basa-basi saja.
“X.3. Aku duluan ya kakak, rumahku tingal belok kanan di depan. Permisi!” kataku sambil memperlambat sepedaku dan siap-siap berbelok.
“Okey, baiklah. Dadah!!” kata kakak Rian sedikit kaget karena aku tiba-tiba memperlambat sepedaku dan sudah hendak meyebrang jalan.
Aku hanya melambaikan tangganku sebentar, dan langsung menyebrang jalan. Sesaat aku melihat sepeda motor milik kak Rian sudah sudah jauh dan hapir tidak terlihat. “Kenapa dia mengikutiku? Apakah dia kasihan kepadaku yang bersepeda sendirian tepat setelah hujan lebat reda? Atau dia hanya inggin basa-basi?” pikirku sambil menghentikan sepedaku di depan rumah yang sederhana (rumahku).
Paginya aku berangkat sekolah seperti biasa. Dan saat melewati pintu gerbang, aku melihat kak Rian sedang di lobi bersama temen-temannya. Dia melihat ku dan tersenyum manis ke padaku. Aku membalas tersenyum dan segera menuduk. Aku rasa mukaku mulai panas. Jangan-jangan mukaku merah hanya karena senyuman kak Rian yang begitu manis. Oh tidak!!
Satu minggu berlalu setelah pertemuan di lobi kemarin, tetapi sampai sekarang aku tidak lagi bertemu kak Rian. Ekskul basket sekarang berjalan sendiri-sendiri lagi, tidak digabung seperti minggu sebelumnya. Sehingga aku tidak bisa melihat kak Rian bermain basket. Sedangkan di jalan aku tidak pernah berpapasan dengan kak Rian lagi. “Apakah yang kemarin dia menikutiku saja, sedangkan rumahnya tidak melewati jalan ini? Tapi kenapa dia mengikutiku?” tanyaku dalam hati.
Waktu malam sebelum tidur, aku ingat punggung kak Rian yang sedang bermain basket, kak Rian yang mengajakku mengobrol di jalan, dan senyumnya yang begitu manis di lobi sekolah. Aku tidak bisa melupakan semuanya. Tiba-tiba saat aku mengingat kak Rian, ada suatu perasaan aneh di hatiku. Perasaan rindu yang sanggat dalam, bukan perasaan rindu pada orang yang baru beberapa kali bertemu. Tetapi lebih ke perasaan rindu kepada seseorang yang sangat berarti bagiku. Seseorang yang telah mengubah hidupku. Seseorang yang sangat kunantikan sejak lama.
Hari Sabtu sekolah di pulangkan lebih awal. Aku sedang bersiap-siap untuk pulang cepat, agar bisa bermain lebih lama dengan adikku yang menunggu di rumah. Aku memang selalu bermain dengannya. Dan adikku tahun ini berumur 10 tahun.
Saat ingat adiku lahir 10 tahun lalu, aku juga menginggat sesosok anak laki-laki kecil berambut sebahu yang meninggalkanku. Aku hanya dapat menginggat punggung anak itu dan sulit menginggat wajahnya.Setiap mengenang anak kecil itu, hatiku merasakan kerinduan yang sangat besar. Rasa rindu seperti tadi malam saat mengingat kak Rian.
Tiba-tiba ada yang menyentuh bahuku, dan lamunanku barusan langsung pecah berantakan. Aku berbalik hendak memarahi orang yang menghancurkan lamunanku barusan. Tetapi saat aku berbalik yang kulihat adalah kakak kelas yang memberikanku sebuah surat bersampul hijau, warna kesukaanku. Saat aku menerimanya, kakak kelas yang memberikan surat langsung pergi. Aku membuka surat itu yang bertuliskan;
Untuk Zia,
Aku tunggu kamu di lapanggan basket sekarang.
Karenza
 Saat membaca surat itu, aku langsung ingat semua kenanggan manisku bersama anak kecil bernama Karenza 10 tahun lalu. Aku mengingat semua tentang anak kecil itu, dari wajahnya, matanya, hingga senyumnya yang begitu manis.
Aku langsung memasukan barang-barangku ke dalam tas secara sembaranggan. Mataku sudah mulai berkaca-kaca. Aku langsung lari ke lapanggan basket di belakang sekolah. Aku melupakan semua rencanaku sebelumnya, dan lari secepat mungkin tanpa mempedulikan tatapan orang-orang di sekitarku.
Sesampainya aku di lapangan, aku tidak melihat seorangpun di sini. Aku berlari ke tenggah lapanggan dan mulai berputar-putar mencari sosok bernama Kareza. Tetapi hasilnya nihil. Tidak ada seorangpun di lapanggan ini. Aku akhirnya jatuh terduduk di tengah lapanggan, dan air mata tidak dapat aku bendung lagi. Aku menanggis sesenggukan di tengah lapangan basket sendirian.
Beberapa menit kemudian, aku mengusap air mataku. Pandangganku kembali pulih, dan aku dapat melihat semut di depanku sedang mendekati air mataku yang jatuh tadi. Aku masih sesenggukan akibat tangisnku tadi, tapi aku dapat sedikit tersenyum melihat semut-semut itu mulai mengerumuni air mataku. Aku mengingat kata-kata Karen 10 tahun lalu. Perkataan dari anak kecil yang belum tahu apa arti semua kalimat yang dikataannya sendiri, dan itu cukup menghiburku.
Saat aku hendak ke parkiran, aku melihat kak Rian sedang bersama gadis cantik yang juga kakak kelasku. “Pasangan serasi.” kataku lirih.
Sepertinya kak Rian melihatku, tetapi aku tidak perdulikan. Aku tidak mau kak Rian melihat wajahku yang bengkak habis menangis. Aku melewatinya dengan terus menunduk.
Saat di rumah, adikku mengetuk pintu kamarku dan melongokan kepalanya secara perlahan.
“Ada apa dek?” tanyaku pada adikku yang polos itu.
“Temen kakak dateng.” kata adikku masih dengan posisi yang sama.
Aku langsung turun dari lantai dua dan mendapati kak Rian sedang duduk di ruang tamu. Aku kaget melihat kak Rian berada di rumahku. Bagaimana dia tau rumahku di mana? Aku memberikannya senyuman terbaikku saat dia mendongak untuk melihatku.
“Hai, ada perlu apa kakak ke sini?” tanyaku setelah duduk di hadapan kak Rian.
“Aku mau ajak kamu pergi. Mau ya!” kata kak Rian sedikit memaksa.
“Boleh, tapi ke mana?” tanyaku bingung.
“Nanti kamu juga tahu.” kata kak Rian cepat.