Senin, 06 Oktober 2014

Terlambat


Sebuah lagu lama terdengar lembut dari radio kusam di sudut kamar. Aku menghela napasku pelan. Sudah sangat larut, tapi mataku belum mau terpejam. Sebuah air mata mulai mengalir dari sudut mataku. Cahaya bulan yang remang-remang menyinari kamarku, membuatku merasa tenang dan sedih dalam waktu bersamaan. Kembali teringat olehku, kata-katamu siang tadi. dan entah kenapa, aku merasa sangat kehilanganmu sekarang.

Aku sudah dalam perjalanan menuju rumah sakit. Dalam hati, aku menyemangati diriku sendiri. Berharap tak ada hal buruk yang terjadi padamu. Entah kenapa aku tiba-tiba gelisah, dan aku ingin melihatmu sekarang. Mungkin aku hanya akan melihatmu dari jauh. Aku tidak mau mengganggu tidurmu. Tapi itu semua sudah cukup kurasa.

“Kak, kak Vino udah gak ada.” Kata adikmu.

Apa yang terjadi. Kenapa kamu pergi begitu cepat? Bukankah baru tadi siang kamu berjanji mau menjagaku? Kenapa kamu palah meninggalkan aku sendirian? Vin, tolong jawab semua pertanyaanku! Aku mohon, bangunlan dan bilang bahwa ini hanya main-main! Aku mohon.

Aku meringkuk di samping ranjangmu. Hanya bisa mengenggam tanganmu yang sudah mulai dingin. Entah kenapa, tidak ada air mata yang keluar. Tapi aku tahu, bahwa kamu tahu jika aku sangat kehilanganmu. Apa aku harus menyusulmu? Kamu sudah janji kan bahwa kita akan selalu bersama? Aku akan selalu bersamamu, walau pun itu dalam alam baka. Tolong ijinkan aku menyusulmu Vin. Aku tidak bisa kehilanganmu.

Langkahku gontai. Baru tadi kamu dikuburkan. Entah kenapa aku seperti kehilangan arah. Semua cintamu yang membuatku buta, semua kasih sayangmu yang melindungiku, aku merindukan semua itu. Cinta dan kasih sayangmu tak bisa aku rasakan lagi sekarang. Mataku tak lagi buta, dan aku tak lagi terlindungi. Bagaimana aku bisa menjalani hidup? Dunia yang terlihat indah dulu, sekarang menjadi jahat. Dunia ini jahat karena telah mengambilmu dariku. Rasa aman yang kamu berikan padaku, sekarang sudah hilang. Digantikan rasa sakit kehilanganmu.

Aku membaringkan tubuhku ke ranjang. Memandang jauh ke luar jendela. Gelap, tak terlihat apapun. Bulan yang kemarin menemaniku, sepertinya sudah ikut pergi mengantarmu. Sekarang aku benar-benar sendirian dalam kegelapan yang menakutkan. Aku ingin memejamkan mataku. Aku ingin tidur. aku meraih botol obat, dan meminum hampir semua pil yang ada di botol itu. Semoga aku bisa tidur sekarang.

Aku melihatmu. Kamu tampan sekali. Wajahmu selalu tersenyum walau sedikit pucat. Baju serba putih yang kamu kenakan, membuatmu bagai malaikat. Aku medekatimu. Aku ingin duduk di sampingmu. Aku berjalan pelan ke sebuah bangku panjang di tengah taman. Aku duduk disampingmu. Dan kamu di sampingku. Benar-benar ada di sisiku. Terseyum padaku. Bagaimana kamu bisa tersenyum atas semua yang terjadi? Aku mengalihkan pandanganku lurus jauh kedepan. Tapi tiba-tiba aku merasa sendirian. Aku menengok ke arahmu, dan kamu sudah tidak ada. Aku hanya tersenyum menikmati semua. Sikap burukmu, masih saja kamu lakukan. Setidaknya kamu harus bilang selamat tinggal jika mau meninggalkan orang lain. Tapi apa boleh buat, bukankah itu kebiasaanmu?

“Thanks Vin, kamu sudah mau kembali bersamaku.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar